Metode Stem Cells atau Sel Punca Darah Tali Pusat Bayi - Darah tali pusat yang diambil sesaat setelah bayi dilahirkan bisa menyelamatkan kehidupannya di masa depan. Sebenarnya transplantasi yang menggunakan sel punca
haematopoietic sudah dilakukan sejak tahun 1950-1970. Saat itu, metode ini menggunakan sel punca (
stem cells)
haematopoietic yang diambil dari sumsum tulang belakang. Transplantasi ini dipelopori Fred Hutchinson Cancer Research Centre yang dipimpin oleh E. Donnall Thomas.
Akan tetapi, sembuhnya seorang anak lelaki di Paris menderita penyakit Fanconi Anemia mengubah sejarah. Saat itu, Dr. Eliane Gluckman dan Dr. Broxmeyer mengobati anak lelaki tersebut dengan darah tali pusat adik kandungnya. Pengobatan inilah yang berhasil menyembuhkan Si Anak Lelaki dari penyakit langka tersebut.
Sejak saat itu, pengobatan yang menggunakan darah tali pusat mulai banyak dilakukan. Darah tali pusat harus diambil segera setelah proses kelahiran berhasil dilakukan. Tak heran jika saat ini pun sudah banyak bank darah tali pusat di berbagai belahan dunia. Pasalnya, menyimpan darah tali pusat agar tetap bisa dimanfaatkan di masa depan membutuhkan penanganan khusus.
Regenerasi Sistem Imun
Tali pusat mengandung sel punca
haematopoietic yang berfungsi dalam pembentukkan darah. Selain tali pusat, sel punca ini juga bisa diambil dari sumsum tulang belakang dan darah tepi (
peripheral). Bicara soal fungsi, sel punca ini bertugas memproduksi darah sekaligus meregenerasi sistem imun.
Pembedanya, sel punca dari tali pusat adalah sel termuda dan paling primitif yang diambil saat kelahiran. Hal ini membuat sel punca darah tali pusat lebih unggul. Misalnya, Si A terkena suatu penyakit yang merusak organ tubuh dan seringkali harus mendapatkan kemoterapi yang menurunkan sistem imun.
Akan tetapi, Si A sudah memiliki “tabungan” sel punca yang masih “segar” untuk ditransplantasikan kepadanya supaya sumsum tulang belakangnya terbangun kembali dan sistem imunnya kembali menguat. Sel punca ini juga akan menggantikan sel abnormal dengan sel normal yang memiliki
haematopoietic yang sehat.
Tingkat Kesuksesan
Penyakit lain juga bisa diobati dengan pengobatan sel punca. Di antaranya penyakit kanker
neuroblastoma yang umumnya diidap anak-anak dan menyerang kelenjar adrenal yang terdapat di atas ginjal. Selain itu, leukemia, kanker
lymphoma, dan talasemia mayor yang merupakan penyakit keturunan dan menyerang sel darah merah.
Menurut studi yang dilakukan oleh Dr. Elliane Gluckman di tahun 2000, para pasien yang diobati dengan sel punca yang berasal dari sumber yang berhubungan keluarga, kemungkinan bisa bertahan hidup hingga dua tahun. Tingkat kesuksesannya terdiri dari 46 persen untuk pasien dengan tingkat kanker ganas, 76 persen untuk pasien yang mengidap anemia aplastik, dan 100 persen untuk pasien dengan
hemoglobinopathies (salah satu penyakit keturunan yang merupakan kelainan hemoglobin).
Sementara bagi pasien yang menerima transplantasi sel punca bukan dari sumber yang ada hubungan keluarga, memiliki kemungkinan bisa bertahan hidup hingga 2 tahun yang sedikit berbeda. Pasien yang mengidap kanker ganas sebanyak 36 persen, 21 persen untuk pasien yang mengidap anemia aplastik, dan 51 persen untuk pasien yang lahir dengan metabolisme yang abnormal.
Akan tetapi, tingkat kesuksesan transplantasi sel punca sangat bergantung pada berbagai faktor. Di antaranya, penyakit yang diderita, kondisi pasien, kualitas sel punca, dosis sel yang diberikan kepada pasien. Selain itu, proses transplantasi serta perawatan pasca transplantasi juga turut berpengaruh.
Proses Pengambilan
Pengambilan darah tali pusat dari bayi bisa dibilang tanpa rasa sakit, aman, dan cepat. Dalam hitungan menit setelah bayi lahir, tali pusat dijepit dan diambil darah tali pusatnya. Darah tali pusat tersebut dimasukkan ke dalam kantong darah khusus.
Darah tali pusat yang diambil sekitar 60 – 75 ml. Tapi, volume ini bukan hal utama. Yang terpenting justru jumlah sel berinti yang bisa “dipanen”. Nah, sebelum diproses, darah tali pusat terlebih dulu diidentifikasi agar tak tertukar.
Setelah itu, darah tali pusat lalu ditransfer ke laboratorium. Kandungan lain dari darah tali pusat seperti sel darah merah dan plasma dipisahkan sehingga yang diambil hanya sel berinti dan sel punca.
Nantinya, sel berinti dan sel punca yang sudah diambil sebanyak mungkin itu akan mengalami proses bernama
cryopreservation di alat khusus yang bekerja otomatis. Sesaat sebelum proses
cryopreservation, larutan
cryoprotectant dimasukkan ke dalam wadah khusus yang berisi darah tali pusat. Wadah ini akan dibekukan secara bertahap supaya sel punca bisa bertahan. Ketika suhu yang diinginkan sudah tercapai, darah tali pusat akan ditransfer ke tangki khusus berisi cairan nitrogen.
Selain darah tali pusat bayi, sampel darah Ibu juga diambil dengan batas waktu hingga 7 hari setelah Si Bayi lahir. Darah lalu dites untuk mengetahui apakah Si Ibu mengidap penyakit menular seperti HIV, Hepatitis B and C,
Cytomegalovirus,
Syphillis and HTLV. Tes juga dilakukan untuk memastikan keamanan dan kualitas darah tali pusat yang diambil.
Di Indonesia sendiri, kebanyakan dokter dan tenaga medis sudah familier dengan proses pengambilan darah tali pusat saat proses kelahiran. Akan tetapi, jika memang dokter belum pernah melakukan proses ini, biasanya pihak bank darah tali pusat akan melakukan sosialisasi terlebih dulu.
Saat Dipakai
Pertanyaannya, bila Si Ibu melahirkan bayi kembar, apakah darah tali pusat bisa diambil hanya dari salah satu anak saja? Ternyata tidak demikian, lho. Pasalnya, setiap anak memiliki sel punca yang secara genetika berbeda-beda dan unik. Lain lagi soal ibu kandung. Dalam beberapa kasus, memang ada ibu yang melakukan pengobatan sel punca yang diambil dari anak kandungnya.
Menyimpan darah tali pusat buah hati di luar negeri, misalnya Singapura, ternyata tidak terlalu memengaruhi. Apalagi, sebelum proses transplantasi dilakukan, dokter akan mengondisikan sekaligus menyiapkan pasien selama beberapa minggu. Jangka waktu ini dianggap aman hingga tali darah pusat yang dibutuhkan tiba ke tangan dokter.
Pengambilan tali darah pusat ini juga terbilang sederhana. Keluarga pasien cukup menghubungi pihak bank darah tali pusat sekaligus mengirimkan surat dari dokter. Soal pengiriman pun diurus tim dari bank tersebut.
Bicara soal biaya, perbedaannya terletak pada lokasi penyimpanan. Jika Anda memutuskan menyimpan darah tali pusat di Jakarta, maka biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp 11,5 juta untuk pengambilan dan prosesnya. Lalu, setiap tahunnya, diwajibkan membayar Rp 1.650.000. Lain lagi dengan Singapura. Di mana biaya yang dibutuhkan adalah $ 2.320 untuk sekali pengambilan dan prosesnya. Sementara biaya penyimpanan per tahun adalah $ 250.
Membantu Proses Penyembuhan
Awalnya, Usdiati Endah Purwati (53), merasakan nyeri punggung dan sekitar pinggang sejak awal 2011. Hasil ronsen dan densitometri (tes kepadatan tulang) dinyatakan normal. Endah, panggilan akrabnya, hanya harus menjalankan fisioterapi karena diduga kejang otot.
Tapi, di pertengahan November, nyeri semakin menjadi-jadi. Ketika batuk, tertawa, atau bersin, ia merasa seperti disetrum. “Jalan pun menjadi perlahan dan agak membungkuk. Bangun tidur juga harus mengatur posisi agar jangan nyeri,” ujar Endah.
Endah lalu memeriksakan diri ke ahli ortophedic sekaligus ahli spine surgery. Dari tes, didapati adanya kerusakan tulang punggung dan lumbal. Ia lalu dirujuk ke dokter spesialis hematologi dan onkologi. Sampel biopsi pun dikirim ke NUH (National University Hospital) di Singapura. “Untuk second opinion memastikan jenis tumornya karena ada beberapa hasil yang tidak sinkron,” ujar Endah.
Endah sempat disarankan menjalani radiotherapy, tetapi anak-anaknya menyarankan menunggu hasil second opinion dari NUH dan melakukan terapi stem cells. “Transplantasi stem cells akan membantu memperbarui sel darah maupun sumsum yang rusak. Tanpa transplantasi stem cells, proses penyembuhan akan lebih lama, sedangkan daya tahan tubuh saya zero dan kemungkinan infeksi apa pun akan fatal akibatnya,” papar Endah.
Di Singapura, Kepala Sekolah Green Montessori ini dipastikan mengidap Multiple Myeloma atau sel kanker yang menyerang sumsum tulang pusat pembentuk sel darah dan daya tahan tubuh. Setelah mendengarkan penjelasan dokter, ia membulatkan tekad menjalani pengobatan stem cells.
Terdapat empat tahap yang dilalui untuk sampai pada proses tranplantasi stem cells. Tahap I adalah menekan protein pembentuk daya tahan tubuh yang berlebihan sehingga bisa mendekati atau seperti orang normal. Tahap II adalah mobilisasi stem cells untuk keluar dari sumsum tulang dan masuk dalam aliran darah. Tahap III adalah panen stem cells. Dan, tahap IV adalah pemberian high dose chemotherapy dilanjutkan transplantasi stem cells.
Pasca proses ini, ia diberikan obat antivirus setiap hari dan antibakteri selama tiga kali dalam tiga kali seminggu. “Setelah transplantasi, secara bertahap tubuh saya menjadi segar kembali, sudah beraktivitas seperti biasa namun tetap harus menjaga keseimbangan antara istirahat, bekerja, dan rekreasi.”
Kini, Endah masih menjalani pemeriksaan darah dan berkonsultasi dengan dokternya. “Hidup dengan kanker sama seperti kena diabetes ataupun darah tinggi, kita harus selalu kontrol dan mengobati untuk pencegahan,” pungkasnya
.