Penyakit Radang Usus Buntu Rentan Menyerang Anak-anak - Pernahkah Si Kecil mengeluh sakit perut hebat? Hati-hati, jangan-jangan ia terkena radang usus buntu, lho. Fungsi usus buntu (apendiks) adalah untuk ikut mengendalikan infeksi di dalam tubuh, karena jaringan usus ini terdiri dari jaringan limfoid. Letaknya di antara usus halus dan usus besar, persisnya di sebelah kanan bawah perut. Oleh karena itu, keluhan biasanya khas, yaitu terasa nyeri di daerah perut bagian bawah. Rasa sakit bermula dari ulu hati selama beberapa hari, kemudian berpindah ke bagian kanan bawah perut dan menetap di sana. Rasa nyerinya pun biasanya bertingkat, mulai dari bisa ditahankan sampai terpaksa harus membungkuk karena menahan nyerinya. Penderita juga akan mengalami demam, mual-mual sampai muntah, lalu nafsu makan hilang.
Ukuran usus buntu kira-kira sepanjang dan sebesar jari telunjuk. Ujung usus ini membuntu, sehingga rentan terhadap infeksi. Dengan pangkal saluran yang kecil, maka relatif mudah terjadi sumbatan, baik karena sisa makanan, feses, cacing atau lendir. Sumbatan ini akan menghambat aliran darah, sehingga sedikit saja ada bakteri yang terjangkit akan sulit ditoleransi tubuh.
Anak-anak Lebih Berisiko
Penyebab radang usus buntu sendiri belum jelas, namun yang paling sering dituding sebagai penyebab adalah masuknya kotoran yang berisi kuman bahkan cacing. Kotoran ini terperangkap di sana sehingga terjadilah peradangan. Rasa sakit bermula dari ulu hati selama beberapa hari, kemudian berpindah ke bagian kanan bawah perut dan menetap di sana. Untuk memastikan, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, seperti tes darah, untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan jumlah leukosit atau sel darah putih. Peningkatan leukosit merupakan pertanda infeksi.
Peradangan usus buntu yang akut dapat berkembang menjadi radang kronis, dan bisa berakibat fatal bila tidak mendapat penanganan yang optimal. Bisa terjadi abses (pernanahan), kebocoran pada dindingnya, serta penyebaran infeksi ke bagian rongga perut yang lain hingga ke seluruh tubuh.
Radang usus buntu lebih sering menyerang orang dewasa. Tapi bukan berarti anak-anak aman dari kemungkinan terkena radang ini. Kendati lebih jarang terkena, pada anak-anak bisa lebih berisiko, sekali terserang akan lebih parah kondisinya dibanding radang pada orang dewasa. Pasalnya, rongga perut biasanya dilengkapi tabir pelindung infeksi yang pada anak-anak pertumbuhannya belum sempurna. Akibatnya, bila anak terkena radang usus buntu akan lebih besar risikonya dibanding orang dewasa. Radang usus buntu pada anak pun biasanya lebih sulit dideteksi. Dokter akan lebih sulit membedakan antara rasa sakit dan tidak, khususnya pada anak balita.
Bahaya Bila Pecah
Radang pada usus buntu ada dua macam, yaitu seluruh dinding usus buntu mengalami peradangan, atau bisa pula peradangan hanya terbentuk di bagian pangkal usus dan menyumbat lubang usus buntu tadi. Akibat penyumbatan tadi, sisa makanan di dalam usus akan terjebak, tidak bisa keluar, lalu membusuk, dan terjadi infeksi. Jika tidak segera mendapat ditangani, keadaan ini akan semakin parah. Dalam tempo tidak terlalu lama, peradangan tadi dapat saja mengalami perforasi (pecah). Kalau pecah, risiko bahaya bukan lagi seputar usus buntu itu saja. Tumpahan yang membusuk tadi akan menyebar ke seluruh rongga perut dan bisa berakibat fatal.
Proses pecahnya usus buntu terjadi setelah adanya radang berat, disusul pecahnya pembuluh darah yang masuk ke dalam jaringan usus buntu. Seperti diketahui, aliran darah tersebut membawa sari makanan dan oksigen, sehingga jaringannya menjadi rapuh dan mengalami nekrosis (mati), lalu usus buntu pecah.
Selain berlangsung cepat, perjalanan penyakit ini pun sulit diduga. Pada setiap kasus radang usus buntu dapat terjadi beberapa kemungkinan. Yang pertama, radang sembuh sendiri. Kedua, adanya omentum yang menutupi radang dengan membentuk gumpalan, sehingga usus buntu tidak sampai pecah, tapi hanya berupa benjolan. Ketiga, ya, itu tadi, usus buntu pecah. Keempat, usus buntu menggelembung membentuk abses berisi nanah.
Harus Dioperasi
Lantas, bagaimana cara mengatasi radang usus buntu? Satu-satunya jalan untuk mengatasinya hanyalah dengan operasi pengambilan usus buntu, baik secara terbuka atau semi-tertutup dengan laparoskopi.
Lewat operasi, usus yang mengalami peradangan tadi diangkat. Jangan menunggu sampai usus buntu ini pecah. Pasalnya, jika sudah pecah, penanganannya pun jadi lebih rumit. Rongga perut harus dicuci sampai bersih.
Setelah operasi, biasanya penderita tidak lagi akan mengeluh nyeri di bagian bawah perutnya. Selain itu, fungsi usus buntu sendiri sampai saat ini belum diketahui, sehingga tidak begitu mengganggu penderita.
Yang jelas, hingga saat ini belum diketahui cara mencegah radang usus buntu. Kebanyakan orang melakukan pencegahan dengan cara tidak makan cabai, tomat, atau makanan lain yang mengandung biji. Padahal, ini tidak benar. Begitu pula yang sudah sembuh, biasanya takut makan makanan asam, pedas dan makanan yang mengandung biji-bijian. Padahal semua ini tidak benar dan justu malah merugikan diri sendiri.
Bedanya Sakit Perut Dan Usus Buntu
Berdasarkan penyebabnya, sakit perut terbagi menjadi tiga macam yaitu organik, disfungsional, dan psikogenik. Sakit perut organik disebabkan gangguan di luar maupun di dalam organ. Biasanya disertai demam tinggi dan hilang nafsu makan. Jika infeksi sudah menyebar ke dinding perut, akan timbul nyeri namun letaknya terlokalisasi sesuai letak organ yang terinfeksi.
Selain nyeri, bisa juga disertai muntah, diare, air kencing keruh, konstipasi, pendarahan dari pencernaan. Jika nyeri berkelanjutan dansering berulang, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan darah dengan instruksi dokter.
Jenis sakit perut organik yang kerap terjadi, misalnya pada kasus usus buntu. Jika belum mencapai bagian luar dinding organ usus buntu (mencapai selaput peritoneum parietal), nyerinya tidak tipikal terasa di perut kanan bawah. Sakit perut bisa dirasakan di area pusar atau tengah perut disertai demam berhari-hari. Jika peradangan masih di dalam usus buntu, hanya menimbulkan ketidaknyamanan di tengah perut.
Ada lagi yang disebut sakit perut disfungsional. Penyebabnya adalah terganggunya kinerja organ pencernaan. Misalnya, pada kasus sembelit, intoleransi laktosa, konstipasi, dan kolik. Nyeri sakit perut berlangsung kurang dari satu jam dan hilang timbul namun tidak disertai muntah atau demam.
Terakhir, sakit perut psikogenik karena stres. Biasanya tidak terjadi diare, konstipasi, mual, muntah, atau hilang nafsu makan. Jika penyebabnya (tekanan stres) sudah berhasil dilewati, sakit perut biasanya hilang.
Bisa Dari Usia
Pada usia di bawah 4 tahun atau di atas 15 tahun, sakit perut sebagian besar disebabkan faktor organik. Faktor ini biasanya berkaitan dengan macam-macam infeksi maupun riwayat ulkus (luka lambung) pada keluarga.
Sedangkan pada anak usia di atas 5 tahun hingga 14 tahun, sakit perut biasa disebabkan faktor disfungsional. Sehingga yang harus dilakukan adalah mengawasi pola makan anak, pola konsumsi susu, hingga riwayat alergi di keluarga.
Dibantu Dengan Ditanya
Jika anak masih kecil dan sulit menerangkan kepada orangtua dan dokter mengenai letak rasa nyeri, biasanya dokter akan menanyakan beberapa hal. Di antaranya:
1. Apakah sakit perutnya berulang?
2. Apakah sakit perutnya terjadi seusai mengonsumsi sesuatu?
3. Bagaimana buang air besar anak akhir-akhir ini?
4. Apakah ada demam?
Selanjutnya, dokter baru melakukan pemeriksaan pada perut dengan meraba area tubuh tertentu pada anak dan mengetahui jawabannya ketika mimik muka anak berubah kesakitan atau menahan sakit
.