Waspada Bahaya Makan Ikan Tuna Kalengan Bagi Anak - Sebuah kelompok koalisi konsumer menyatakan, anak-anak sebaiknya jangan terlalu banyak makan tuna kalengan untuk mencegah keracunan merkuri. Dalam sebuah laporan the Mercury Policy Project terbaru, mereka menyatakan jika anak-anak seharusnya menghindari konsumsi tuna
albacore. Mereka menyarankan para orang tua membatasi konsumsi tuna dalam jumlah sedikit setidaknya satu porsi tuna perbulan untuk anak dibawah 25 kilogram dan dua kali porsi tuna perbulan untuk anak yang lebih besar.
“Sekarang, sayangnya kita harus mengambil langkah memperingatkan konsumen tentang tuna. Kendati tuna telah menjadi makanan popular, akan tetapi harus menjadi makanan terbatas bagi anak-anak,” ungkap Sarah Klein dari the Center for Science di the Public Interest (salah satu grup koalisi konsumen), dalam sebuah telekonferensi. Sebuah laporan yang mencakup 59 contoh tuna dari 11 negara (dari perusahaan katering sekolah, tuna kaleng maupun kemasan aluminium foil) menunjukkan jika konsentrasi mercuri bervariasi dari kaleng ke kaleng. Kendati contoh diambil terpisah, tuna yang mengandung merkuri tetap lebih rendah dari level merkuri pada tuna
albacore (berdasarkan hasil tes FDA).
Kendati peneliti telah memberi rekomendasi, FDA tetap berpegang pada kesimpulannya sendiri.
“FDA dan EPA merekomendasikan, wanita dalam usia subur dan anak-anak sebaiknya tidak lebih dari 5,5 kg tuna kalengan perminggu atau sekitar 2,7 kg tuna
albacore kaleng perminggu. Rata-rata kaleng dapat berisi 2,7 kg ikan tuna,” papar FDA dalam sebuah pernyataan resminya.
Keuntungan Vs Kerugian
Laporan yang diberikan para peneliti memiliki fokus pada kerugian dari konsumsi tuna. Padahal tuna juga memiliki keuntungan nutrisi yang didapat, demikian menurut Jennifer McGuire, RD, seorang ahli nutrisi di the Tuna Council of the National Fisheries Institute (sebuah kelompok yang mewakili para produsen tuna kalengan di Amerika).
“Laporan peneliti ini tidak menyebutkan nutrisi asam lemak omega-3, sedikit protein dan selenium yang memiliki interaksi positif terhadap dampak merkuri,” kata McGuire. “Mereka hanya menekankan pada jumlah jejak merkuri terisolasi, dan mencoba membesar-besarkan hal tersebut. Padahal sebenarnya tidak ada sesuatu yang baru yang perlu dikhawatirkan.”
Edward Groth, PhD, (penulis laporan koalisi) mengakui jika kebanyakan penelitian dampak merkuri lebih menekankan pada wanita hamil dan anak-anak dalam usia pertumbuhan (balita). Groth menyebutkan, sebuah penelitian di Spanyol tahun 2009 menemukan anak-anak yang memiliki eksposur merkuri tinggi mengalami keterlambatan perkembangan mental.
Selain itu, Ia juga melaporkan berdasarkan penelitian Gary Myers, MD (ahli kesehatan dan neurologis anak) yang melihat dampak ekstrim memakan seafood oleh anak-anak di pulau Seychelles. Dalam penelitian itu menunjukkan korelasi antara mengonsumsi ikan, kadar merkuri, dan perkembangan mental.
Sayangnya, dalam penelitian tersebut kurang memberikan bukti yang jelas bagaimana anak-anak usia 9 tahun dapat terganggu perkembangannya akibat eksposur merkuri.
Groth kemudian menemukan jika kebanyakan eksposur didapat dari tuna kalengan.
“Tapi jangan takut memberikan tuna pada anak-anak,” ungkapnya lebih lanjut. “Tuna adalah tuna, sebanyak apapun tuna. Banyak keuntungan yang didapat dari konsumsi tuna dan keuntungannya lebih besar asal konsumsinya terbatas antara sekali atau duakali sebulan.”
.