Mengenal gangguan nafsu makan bertambah atau emotional eating saat sedang senang - Apa ada yang lebih enak dari menikmati seporsi kue coklat hangat yang baru dikeluarkan dari microwave dengan satu scoop es krim chocolate chip di atasnya sambil dihibur serial televisi kesukaan Anda? Apalagi ketika kita sedang stres setelah mengalami hari yang berat di tempat kerja dan berjam-jam terjebak macet di jalan. Saat mengunyah rasanya semua masalah yang ada hilang untuk sementara. “All you need is love. But a little chocolate now and then doesn’t hurt,” kata Charles M. Schulz, kartunis yang terkenal dengan karyanya komik strip ‘Peanuts’.
Kadang hasrat untuk makan paling besar saat kita berada di titik paling rendah secara emosional karena menghadapi masalah yang sulit, stres, kesepian, atau bosan. Secara sadar atau tidak sadar kita bisa lari ke makanan ringan seperti gorengan, keripik kentang, es krim atau coklat untuk menenangkan hati atau mengalihkan pikiran. Hal ini mudah menjadi kebiasaan yang kemudian dapat berkembang menjadi gangguan pola makan yang disebut emotional eating.
Rasa Gembira pun Dapat Picu Makan
Ternyata, tidak hanya emosi negatif yang dapat memicu hasrat makan yang berlebih. Sebuah studi yang dilakukan di Belanda oleh tim peneliti Universitas Maastrich menunjukkan bahwa orang yang kebiasaan makannya merefleksikan isi hatinya mengkonsumsi lebih banyak kalori ketika mereka sedang merasa gembira.
Pada studi ini, dinilai kebiasaan makan dan kesehatan mental 87 pelajar dengan bantuan kuesioner. Setelah itu dilakukan eksperimen dimana para pelajar tersebut diminta untuk menonton beberapa klip dari film atau acara TV untuk mendapatkan mood positif, netral, maupun negatif: klip adegan lucu dari Mr. Bean untuk mood positif, adegan sedih dari film The Green Mile untuk mood negatif, serta klip dari sebuah film dokumenter tentang memancing untuk mood netral.
Kemudian para sukarelawan tersebut disuguhkan berbagai macam makanan. Kelompok yang menonton klip dengan mood positif makan lebih banyak kalori dibandingkan kelompok lainnya. Namun, terdapat beberapa kekurangan pada studi yang dipublikasikan pada jurnal Appetite ini seperti setting studi yang berupa laboratorium. Untuk menarik kesimpulan mengenai efek mood pada emotional eating perlu dilakukan studi yang lebih besar dengan eksperimen yang dilakukan pada lingkungan yang lebih alami.
Coba Stop Emotional Eating
Apakah Anda memiliki masalah emotional eating dan ingin menghentikannya? Berikut beberapa langkah yang dapat Anda lakukan :
- Emotional eating umumnya kita lakukan secara otomatis atau tanpa sadar. Buatlah sebuah jurnal, perhatikan dan catat tempat dan waktu Anda makan saat stres. Apakah di kantor? Tengah malam? Ketika Anda sendiri? Apakah ada pola yang jelas? Setiap kali Anda makan, nilai seberapa lapar Anda dengan skala 1 – 10. Nilai yang rendah mengindikasikan emosi memicu hasrat makan Anda saat itu.
- Anda perlu mengganti kebiasaan makan yang dipicu emosi dengan aktivitas yang sehat:
- Minum teh hitam. Sebuah studi menunjukkan kadar stres hormon kortisol turun sebanyak 47% pada orang yang minum teh hitam.
- Pijat diri sendiri. Lakukan pijat kaki menggunakan sebuah bola tenis. Menurut sebuah studi di International Journal of Neuroscience, kegiatan ini menurunkan frekuensi denyut jantung dan kadar hormon kortisol dalam darah.
- Lakukan latihan napas yang singkat. Tarik dan keluarkan napas secara perlahan sambil menutup mata.
Bila cara-cara di atas tidak membantu, maka untuk menghentikan kebiasaan ini mungkin diperlukan pertolongan ahli kesehatan jiwa. Terapi dapat membantu Anda mengetahui motivasi di balik emotional eating dan belajar cara mengatasi masalah yang baru
.