Pemberian Imunisasi Wajib Dilakukan pada Anak Bayi Agar Bebas Penyakit Berbahaya - "Anak saya sudah diimunisasi, kok, kenapa harus diulang lagi?"  Pertanyaan semacam ini kerap terlontar dari mulut para orang tua,  khususnya ibu-ibu. Kebanyakan mereka beranggapan, setelah berusia satu  tahun, anak sudah bebas dari ancaman penyakit sehingga tak perlu  diimunisasi ulang. Padahal, ada beberapa jenis vaksin yang harus diulang  di usia batita. Kalau tidak, "Antibodi dalam tubuh akan habis atau  berkurang, sehingga kemungkinan anak terserang penyakit akan lebih  besar," terang Prof. Dr. Sri Rezeki H. Hadinegoro, Sp.AK.

 
Imunisasi, terangnya lebih lanjut, akan memberikan antibodi bagi  anak. Setelah diimunisasi, antibodi anak akan naik. Tapi suatu saat,  antibodi itu akan turun lagi. Nah, pada saat antibodi turun atau hampir  habis, harus diberikan imunisasi lagi agar antibodi yang turun itu bisa  kembali baik. Itulah mengapa, imunisasi ulangan sangat penting. Jadi,  Bu-Pak, jangan menganggap si kecil sudah aman lantaran di usia bayi  imunisasinya sudah lengkap sehingga tak perlu diulang lagi di usia ini.  Lagi pula, enggak ada ruginya, kok, memberikan imunisasi pada anak.  Bukankah dengan anak memiliki antibodi yang baik, maka dapat mencegah  anak terserang penyakit yang bisa menimbulkan kematian dan kecacatan,  yang memang merupakan tujuan pemberian antibodi? Jadi, kalau memang  bisa, kenapa kita tidak membuat anak hidup dengan kualitas prima?
SESUAI JADWAL 
Memang, tutur Sri lebih lanjut, imunisasi hanya bersifat 
pre exposure atau pencegahan primer. "Sebelum anak berkenalan dengan kuman, jauh-jauh  hari sudah kita siapkan pencegahannya." Apalagi jika anak sudah mulai  bersosialisasi; mulai masuk 
play group , bermain, bertemu dengan banyak orang, dan sebagainya. Nah, kita, kan,  enggak tahu kesehatan orang-orang yang bertemu dengan anak kita.  Tahu-tahu saja anak terkena dipteri, polio, TBC, dan sebagainya. Bahkan,  anak yang "dikurung" pun terkadang masih bisa kena juga. Itulah  mengapa, imunisasi menjadi penting.
Lebih jauh dijelaskan oleh Sri, tubuh memiliki ambang pencegahan  terhadap serangan penyakit. Ambang pencegahan bisa dilihat atau diukur  lewat pemeriksaan darah. Misalnya, DPT, diukur berapa kadar Dipteri,  Pertusis, dan Tetanusnya. Nah, seorang anak bisa tak terkena ketiga  penyakit ini jika antibodinya lebih dari ambang pencegahan. Ambang  pencegahan inilah yang harus dikejar lewat pemberian imunisasi. Tentu  saja pemberian imunisasi sebaiknya dilakukan sesuai jadwal. Biasanya  dokter yang akan memberikan jadwal tersebut.
"Jadwal itu bukan asal ditentukan, lo, tapi memang dilihat dari  perjalanan penyakit." Jadi, kalau pemberiannya terlambat, hasilnya pun  tak akan maksimal sehingga anak tetap berisiko kena penyakit. Namun  begitu, bukan berarti imunisasi lantas tak perlu diberikan karena sudah 
kadung terlambat. "Bagaimanapun telatnya, anak tetap harus diberikan  imunisasi," tegas Sri, "dengan harapan belum kebablasan," lanjutnya.
Kendati hasilnya tak maksimal, paling tidak, dengan imunisasi ulangan  tersebut, antibodinya tak terlalu rendah. Jadi, Bu-Pak, segera bawa si  kecil ke dokter bila imunisasinya terlambat. Dokter pun akan membuatkan  jadwal ulang agar bisa secepatnya menyelesaikan jadwal imunisasi  tersebut, dengan persetujuan orang tua. Tapi harus ditaati, lo, Bu-Pak.  Jangan sudah diberi jadwal tapi masih juga bandel terlambat.
IMUNISASI DOBEL 
Selain agar tak terlambat, jadwal imunisasi juga penting untuk  menghindari anak mendapatkan imunisasi dobel. Misalnya, sudah diberi  imunisasi BCG tapi kemudian diberi lagi vaksin yang sama. Memang, aku  Sri, pemberian imunisasi yang dobel tak jadi masalah asalkan intervalnya  tak terlalu dekat.
"Tapi kasus pemberian imunisasi yang dobel biasanya jarang terjadi,"  katanya. Namun begitu, kita tetap perlu berhati-hati. Pasalnya, vaksin  tersebut ada yang dibuat dari virus hidup, dari komponen bakteri, atau  dari bakteri yang dilemahkan. Nah, celakanya bila si kecil mendapatkan  vaksin dari virus hidup atau dilemahkan. Karena dengan masuknya virus  hidup yang baru, virusnya menjadi lebih kuat.
Antibodi yang ada malah akan dinetralisir. Akibatnya, anak justru  bisa terserang penyakit tersebut. Itulah mengapa, Sri menganjurkan agar  orang tua dan dokter harus tahu lebih dulu, vaksin tersebut dibuat dari  apa sebelum disuntikkan kepada anak. Selanjutnya, setiap kali usai  imunisasi, orang tua sebaiknya juga jangan langsung membawa anak pulang.  "Tunggu beberapa saat untuk menunggu reaksi yang terjadi sekitar 15  menit setelah disuntikkan," anjurnya.
Dengan demikian, bila terjadi apa-apa bisa langsung ditangani atau  dikonsultasikan ke dokter. Penting diketahui, imunisasi yang didapat  anak harus lengkap. Kartu imunisasi pun harus dijaga jangan sampai  hilang, terlebih bila Ibu dan Bapak berencana pindah ke luar negeri atau  menyekolahkan anak ke luar negeri. Pasalnya, ada negara yang menolak  bila imunisasi yang didapat anak belum lengkap. Selain itu, kartu  imunisasi bisa dipakai oleh semua dokter di seluruh dunia. Jadi, bila  Ibu dan Bapak berpindah dokter, tinggal sodorkan kartu tersebut saat  membawa si kecil untuk diimunisasi. 
IMUNISASI YANG HARUS DIULANG
Sebagaimana diketahui, ada 5 imunisasi dasar yang diberikan saat anak  berusia 0-1 tahun, yaitu Hepatitis B, BCG, DPT, Polio, dan Campak.  Selain itu, ada satu lagi vaksin yang sifatnya hanya dianjurkan -karena  biayanya agak mahal- diberikan di usia 0-1 tahun, yaitu HiB 
(Haemofillus Influenza tipe B). "HiB merupakan suatu kuman yang bisa menyebabkan radang selaput otak atau meningitis dan pneumonia. Ini paling berbahaya.
Menurut penelitian, penyakit ini juga menyebabkan kematian terbanyak  pada anak-anak. Karena itulah dibuat vaksinnya, meski masih agak mahal,"  terang 
Sri Rezeki. Nah, dari kelima vaksin dasar yang merupakan program pemerintah ini,  ada 3 vaksin yang harus diulang di usia batita, yaitu DPT, polio, dan  campak. Sedangkan vaksin BCG dan Hepatitis B cukup diberikan hanya  sekali di usia bayi.
"Vaksin BCG tak perlu diulang karena antibodi yang diperoleh tinggi  terus, tak pernah turun seumur hidup. Demikian pula vaksin Hepatitis B,  bisa bertahan lama," jelas Sri. Khusus Hepatitis B, lanjut Sri, yang  penting sebetulnya mencegah penularan dari ibu ke anak. "Usia produktif  wanita untuk memiliki anak biasanya, kan, berkisar pada usia 20 sampai  35 tahun. Nah, usia produktif inilah yang harus dilindungi, yaitu dengan  pemberian vaksin Hepatitis B.
Meskipun cuma diberikan satu kali ketika si anak perempuan berusia  bayi, namun sudah cukup untuk melindunginya sampai di usia produktif  nanti." Sementara vaksin yang diulang, yaitu DPT, dilakukan setahun  setelah DPT 3 karena setelah setahun, antibodinya akan turun. "Jadi,  harus digenjot lagi agar antibodinya bisa baik kembali." DPT memang  sangat 
crusial karena antibodi yang dihasilkan tak bertahan lama.
Demikian pula halnya dengan Polio, juga diulang setelah Polio 3  karena antibodinya akan turun setelah setahun. Sedangkan campak diulang  pada saat anak berusia 15-24 bulan. Pengulangan dilakukan lewat  imunisasi MMR (
Measles, Mumps, Rubella), karena selain untuk mencegah campak 
(Measles), juga mencegah gondongan 
(Mumps) dan Rubella yang juga merupakan sejenis campak. Pengulangan ini sangat  penting agar ibu hamil terhindar dari serangan Rubella. Pasalnya,  serangan Rubella selagi hamil menyebabkan anak yang dilahirkan bisa  menjadi cacat. Misalnya, tubuhnya kecil, menderita kelainan jantung,  buta, atau cacat sejak lahir.
Nah, inilah yang harus kita cegah. Bukan berarti vaksin Rubella hanya  penting bagi anak perempuan saja, lo. "Anak lelaki juga penting karena  dia akan menjadi calon bapak. Bisa saja, kan, si calon bapak ini menjadi  
carrier atau pembawa penyakit. Nah, dia tentu akan menularkan kepada anaknya,"  terang Sri. Jadi, tandasnya, kalau mau membasmi penyakit, ya, harus pada  semua anak, bukan cuma anak perempuan. Sementara gondongan, virusnya  bisa masuk ke alat-alat reproduksi, baik testis maupun ovum anak. "Bila  anak sampai mengalami infeksi akibat virus gondongan, ia bisa mandul  kelak," tutur Sri.
IMUNISASI LANJUTAN   
Selain ada imunisasi yang harus diulang di usia ini, juga ada beberapa imunisasi lanjutan, yaitu: 
- Typhim-Vi. Imunisasi untuk mencegah penyakit tipus. Transmisi tipus berlangsung  lewat makanan. Itulah mengapa, imunisasi ini diberikan diberikan saat  anak berusia 2 tahun karena ia sudah mulai bersosialisasi, termasuk  jajan. Biasanya imunisasi ini diulang setiap 3 tahun karena antibodi  yang dihasilkan cepat habis. 
 
- Varisela. Ini imunisasi untuk pencegahan cacar air. Di luar negeri, biasanya  diberikan saat anak berusia di atas setahun. Namun di Indonesia,  biasanya baru diberikan saat anak berusia 10 sampai 12 tahun. Pasalnya,  cacar air pada anak kecil umumnya tak begitu berbahaya. Tak demikian  halnya pada anak yang lebih besar, akan berpengaruh terhadap kosmetik  anak. Misalnya, muka menjadi bopeng. "Tapi sebenarnya yang akan kita  lindungi dari pemberian imunisasi ini adalah ibu-ibu hamil, jangan  sampai terkena varisela. Karena kalau ibu hamil sampai terkena cacar  air, janinnya bisa lahir cacay atau istilahnya congenital varicella," terang Sri.Jikapun Ibu dan Bapak ingin si kecil di usia ini mendapatkan vaksin  cacar air, boleh-boleh saja, sepanjang keuangan memang memungkinkan.  Soalnya, vaksin ini biayanya agak mahal. Hanya perlu diketahui, usia  vaksin ini hanya 25 tahun. Jadi, bila anak usia di atas setahun  diberikan vaksin ini, maka di usia sekitar 27 tahun, antibodinya sudah  habis. Padahal, usia tersebut merupakan usia produktif wanita untuk  hamil. 
 
- Hepatitis A. Sama seperti tipus, transmisi penyakit hepatitis A (kuning) berlangsung  lewat pencemaran makanan. Paling banyak menyerang anak usia sekolah.  Biasanya diberikan di atas 2 tahun karena pada usia tersebut anak sudah  mendapat ekspose makanan yang tak bersih. Hepatitis A akan membuat anak  demam, lesu, mual, sampai tak mau makan. Meski tak begitu berbahaya,  namun tetap mengganggu. Apalagi, anak, kan, belum bisa mengungkapkan apa  yang dirasakannya.