Resiko Terkena Stroke Lebih Besar dengan Angioplasti Dibanding Operasi - OPERASI sering dihindari karena banyak pasien sudah phobia dengan rasa sakit yang ditimbulkannya. Padahal, operasi merupakan cara yang lebih aman dan sedikit lebih efektif dibandingkan balon angioplasti dalam mencegah stroke. Hal ini diklaim oleh dua studi terbaru yang dilakukan para peneliti dariDuke University Medical Center stroke center. Pemasangan balon angioplasti untuk membuka pembuluh arteri leher yang tersumbat, menurut peneliti, menunjukkan hasil yang lebih buruk pada pasien.
Kedua sistem pengobatan ini, terang peneliti, sama-sama tetap berisiko menyebabkan stroke. Tetapi, sebelumnya belum diketahui yang mana yang lebih berisiko. Hasil penelitian ini, lanjut peneliti, diharapkan bisa membawa perubahan besar dalam sistem pengobatan klinis, khususnya di negara-negara yang lebih sering menggunakan balon dibandingkan operasi untuk membuka pembuluh arteri yang tersumbat atau menyempit.
"Dengan melihat hasil dari semua studi, sekarang telah ditemukan dengan jelas kalau risiko stroke lebih tinggi dengan angioplasti," tutur salah seorang peneliti Peter M. Rothwell, MD, PhD, seperti dikutip situs
webmd.
Selain itu, terang Rothwell, hasil jangka panjang angioplasti juga lebih buruk."Ini merupakan pukulan ganda bagi angioplasti."
Penyempitan arteri akibat penimbunan plak lemak, menurut Rothwell, merupakan salah satu faktor utama penyebab stroke. Dan hal ini biasanya ditangani dengan cara mengangkat plak melalui operasi atau membuka arteri yang menyempit dengan cara memompa balon kecil yang akan digerakkan ke leher melalui pipa sempit yang dimasukkan ke dalam pembuluh nadi. Dan sekarang ini, terang dia, sangat banyak dilakukan pemasangan
stent seiring dengan angioplasti untuk menjaga agar arteri tetap terbuka."Cara ini telah menjadi pilihan populer dalam beberapa tahun terakhir karena dianggap lebih aman daripada operasi," kata Rothwell.
Detail studi
Dalam studi pertama, para peneliti mengikuti perkembangan 251 pasien yang telah melakukan operasi dan 253 pasien yang telah menjalani angioplasti. Delapan tahun kemudian studi pertama menemukan, pasien angioplasti lebih banyak mengalami stroke (11.3%) dibandingkan pasien yang menjalani operasi (8.6%). Selain itu, kelompok angioplasti juga mengalami lebih banyak stroke minor dalam jangka waktu 30 hari pertama setelah menjalani prosedur dibandingkan kelompok yang melakukan operasi (8:1). Kelompok operasi lebih banyak mengalami kasus kelumpuhan saraf tengkorak/
cranial nerve palsy (22:0), cidera saraf sementara, dan hematoma (memar). Hal ini membuat pasien operasi harus tinggal lebih lama di rumah sakit (17:3).
Dalam studi kedua, para peneliti menggunakan pemetaan
ultrasound untuk melihat pembentukan plak di pembuluh arteri dari 213 pasein yang akan melakukan operasi dan 200 pasien yang akan menjalani angioplasti. Setelah 5 tahun studi menemukan, pasien angioplasti mengalami penyumbatan arteri kronis 3 kali lebih banyak dibandingkan pasien operasi (31%:10%)."Pasien yang menjalani angioplasti dengan pemasangan
stent berisiko lebih kecil mengalami pembentukan plak kembali dibandingkan mereka yang hanya melakukan angioplasti saja."
"Hasil studi ini menunjukkan dengan jelas bahwa operasi merupakan pilihan terbaik. Tetapi penting diingat bahwa perbedaannya tidak terlalu besar," tutur pemimpin studi Martin M. Brown, MD,. Jadi, pasien yang tidak bisa menjalani operasi atau tidak ingin melakukan operasi bisa melakukan angioplasti atau dipadukan dengan pemasangan
stent.